PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ALLPORT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tiga dasawarsa lampau, kebanyakan pemikir terbaik dalam psikologi berusaha meningkatkan ketepatan dan kuantifikasi menelusuri motif-motif tak sadar sampai ke lapisan dasarnya. Di tengah kecenderungan inilah, Gordon Allport dengan tenang mengikuti jalan pikirannya sendiri, mengemukakan pentingnya penyelidikan kualitatif tentang kasus individual dan menekankan motif sadar. Keengganan Allport untuk mengikuti arus pemikiran kontemporer ini kadang-kadang mengakibatkan perumusan-perumusannya kolot dan ketinggalan jaman. Tetapi dalam kesempatan lain ia tampil sebagai pelopor ide-ide baru dan sangat radikal. Meskipun ia berpandangan kolot, namun ia berhasil mengemukakan sintesis antara pemikiran psikologi tradisional dan teori kepribadian, dengan cara yang mungkin lebih baik dari pada yang pernah dilakukan oleh teoretikus lain di zamannya.
Pandangannya yang sistematis merupakan suatu penyaringan dan perluasan ide-ide yang sebagiannya berasal dari ahli-ahli psikologi seperti Gestalt, William dan Stern, William James, dan William McDougall. Dari teori Gestalt dan Stern munculah penolakannya terhadap teknik-teknik analitik yang lazim dalam ilmu pengetahuan alamiah dan perhatiannya yang mendalam terhadap keunikan individu serta kebulatan tingkah lakunya. Pengaruh James tercermin tidak hanya dalam gaya tulisan Allport, orientasinya yang luas dan relatif  humanistis terhadap tingkah laku, dan perhatiannya pada “aku” (self) tetapi juga dalam keraguannya tentang kemampuan metode-metode psikologi untuk menggambarkan dengan baik dan untuk benar-benar menyingkap teka-teki tingkah laku manusia. Sama seperti McDougall, Allport sangat menekankan pentingnya variabel-variabel motivasi, mengakui pentingnya peranan yang dimainkan oleh faktor-faktor genetik atau konstitusional, dan menggunakan secara mencolok konsep-konsep tentang “ego”. Allport sangat menghargai pesan dari masa lampau dan secara konsisten ia memperlihatkan kesadaran yang penuh dan simpati terhadap masalah-masalah klasik yang digeluti oleh para psikolog di dalam dan di luar laboratorium selama beberapa abad silam.

Gordon Allport sangat tidak sepakat dengan teori S.Freud mengenai manusia. Menurutnya, manusia adalah makhluk rasional, diatur oleh tujuan, harapan sekarang (masa kini) dan masa datang, bukan di masa lalu.
Perbedaan antara Allport dengan tokoh psikologi sebelumnya, mengantarkan Allport untuk memberikan definisi yang berbeda pula mengenai kepribadian. Menurutnya kepribadian adalah: ”Organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang menentukan penyesuaian yang unik dengan lingkungan. Suatu fenomena dinamik yang memiliki elemen psikologik dan fisiologik, berkembang dan berubah, memainkan peran aktif dalam berfungsinya individu”.
Istilah organisasi dinamik, mewakili 2 pengertian, yaitu kepribadian terus berkembang dan berubah dan dalam diri individu terdapat pusat organisasi yang mewadahi semua komponen kepribadian dan menghubungkan antara satu dengan yang lain, Sedangkan istilah psikofisik menyiratkan bahwa kepribadian bukan hanya sebuah konstruk hipitetik, akan tetapi merupakan fenomena nyata, merangkum elemen mental, neural, disatuakan dengan unitas kepribadian. Istilah determine menegaskan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang mengerjakan sesuatu, tidak hanya konsep yang menjelaskan tingkah laku, tapi bagian dari individu yang berperan aktif dalam tingkah laku orang tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas rumusan masalah dapat di bagi menjadi berikut:
1.      Apa Struktur dan dinamika Allport?
2.      Apakah Perkembangan Kepribadian menurut teori Allport?

C.    Tujuan
Dalam makalah ini penulis ingin menjelaskan:
1.      Untuk mengetahui Struktur dan dinamika Allport
2.      Untuk mengetahui Perkembangan Kepribadian menurut teori Allport





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Struktur dan Dinamika Allport
Struktur kepribadian ini dinyatakan dalam sifat-sifat (traits) dan tingkah laku, juga didorong (dimotivasikan atau digerakkan) oleh sifat-sifat itu. Jadi struktur dan dinamika pada umumnya sama. Sikap eklektis Allport nyata sekali dalam banyak konsepsi (pengertian) yang diterimanya sebagai sesuatu yang berguna untuk memahami tingkah laku manusia. Allport berpendapat bahwa konsep-konsep sempit seperti refleks-refleks khusus, konsep-konsep umum seperti sifat-sifat kardinal atau proprium (aku), penting untuk memahami tingkah laku, dan ia juga malihat proses-proses yang dinyatakan oleh konsep-konsep ini bekerja dalam organisme secara hierarkis, sehingga konsep yang lebih umum biasanya mendahului konsep yang lebih khusus. Dalam pernyataan-pernyataan yang sangat terinci tentang teorinya, Allport mengemukakan bahwa masing-masing konsep berikut ini memiliki kegunaan tertentu: refleks bersyarat, kebiasaan, sifat, proprium (aku), dan kepribadian.
Meskipun semua konsep di atas diterima dan dianggap penting, namun tekanan utama teorinya diletakkan pada sifat (traits), sedangkan sikap (attitudes) dan intensi (intentions) diberinya kedudukan yang hampir sama. Karena itu, teori Allport sering kali disebut sebagai psikologi sifat (traits psychology). Dalam teori ini sifat-sifat merupakan konstruk motivasi yang utama. Sifat pada Allport dapat disamakan dengan kebutuhan (need) pada Murray, insting pada Freud, dan sentimen pada McDougall.
1.      Kepribadian, Watak, dan Tempramen
a.       Kepribadian
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Pernyataan “Organisasi Dinamis” menekankan kenyataan bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah meskipun terdapat sistem yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian. Istilah psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata mental, tapi juga kerja tubuh dan jiwa dalam kesatuan pribadi. Istilah “psikofisis” menunjukkan bahwa kepribadian mempunyai eksistensi real yang menyangkut segi-segi neural atau segi-segi fisiologis. Organisasi mengisyaratkan beroperasinya badan dan jiwa, berpadu secara tak terisahkan menjadi kesatuan pribadi (1937, hlm 48). Istilah “menentukan” menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari kecenderungan-kecenderungan menentukan yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Kata “khas” menunjukkan  perbedaan penyesuaian diri seorang dengan individu lain dan tidak ada individu yang mempunyai kepribadian yang sama.
Kepribadian manusia adalah produk dari hereditas dan lingkungan Hereditas: fisik, inteligensi, temperamen (fluktuasi dan intensitas mood). Faktor hereditas berfungsi sebagai bahan dasar yang nantinya dibentuk (dikuatkan atau dilemahkan) oleh kondisi di lingkungannya. Kepribadian bersifat idiografik (tiap pribadi adalah unik dan tidak dapat dibandingkan dengan orang lain).
Apa yang telah dikatakan hingga kini menjelaskan bahwa bagi Allport kepribadian bukan hanya suatu konstruk dari pengamat dan bukan juga sesuatu yang ada hanya bila terdapat orang lain yang bereaksi terhadapnya. Jauh dari itu kepribadian mempunyai eksistensi real yang menyangkut segi-segi neural atau segi-segi fisiologis. Ketelitian dan kejituan Allport dalam merumuskan definisinya tetang kepribadian terbukti dari seringnya para teoritikus dan peneliti-peneliti lain meminjam definisi itu. Contoh Perilaku : Seseorang memiliki kepribadian yang matang menurut Allport memiliki hal-hal dibawah ini. Berikut contoh perilakunya :
1.      Ekstensi sense of self
Seorang mahasiswa semester akhir yang telah masuk dalam masa dewasa awal, berusaha untuk memperluas “link” agar mereka bisa memperluas pergaulan mereka, sehingga dengan mengenal berbagai macam orang mahasiswa itu belajar untuk lebih mengerti minat orang lain dan mengerti minatnya sendiri. Misalnya saja dalam hal pekerjaan yang akan ia geluti nanti. Dengan begitu ia mulai mempunyai rencana masa depan, apa yang ingin ia lakukan demi masa depannya.
2.      Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Seseorang yang telah masuk ke masa dewasa awal dan madya pasti berusaha mencari kedekatan dengan lawan jenis, itu semua dilakukan untuk membina hubungan dengan orang lain. Seperti mencari pasangan hidup, serta meminta persetujuan keluarga atas pilihannya.
3.      Penerimaan diri
Dalam masa ini emosi seseorang tidak lagi meluap-luap, misalnya saja ia diputus oleh kekasihnya, ia akan lebih bisa mengontrol diri, tidak mudah frustasi dalam menghadapinya.
4.      Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Bila seseorang mengalami masalah, misalnya saja masalah yang cukup besar dikantor, maka ia harus dapat mengatasinya tanpa panik atau malah merusaknya, ia pun sudah bisa memilih mana tugas yang cocok untuknya dan mana yang tidak.
5.      Objektifikasi diri: insight dan humor
Contoh perilakunya adalah empati, kita harus bisa menempatkan diri di posisi orang lain, agar bisa diterima oleh masyarakat, kita tidak menjadi seseorang yang teralu subyektif. Dan juga dalam hidup ini kita butuh hiburan, seperti televisi yang berisi acara komedi misalnya, itu tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang bisa ditertawakan, tetapi lebih agar kita bisa melihat keanekargaman manusia.
6.      Filsafat Hidup
Seseorang yang mulai dewasa, ia pasti telah memiliki patokan dalam hidupnya, misalnya saja pemuda islam, ia pasti telah menaati perintah islam, dan menjadikan itu semua sebagai falsafah hidup maupun pegangan hidupnya.
b.      Watak
Meskipun istilah kepribadian dan watak  sering digunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukkan bahwa watak mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu atas dasar nilai dari perbuatan-perbuatan individu. Jadi dalam menggambarkan watak individu, kata “baik” dan “buruk” seringkali dipakai. Allport berpendapat bahwa watak adalah suatu konsep etis dan menyatakan bahwa “kami lebih suka mendefinisikan watak sebagai kepribadian yang dievaluasi, sedangkan kepribadian adalah watak yang dievaluasi” (character is personality evaluated and personalityin character devaluated. 1961, hlm 32).
c.       Temperamen
Temperamen adalah disposisi yang sangat erat hubungannya dengan faktor-faktor biologis atau fisiologis dan karenanya sedikit sekali mengalami perubahan dalam perkembangan. Peranan keturunan atau dasar disini lebih penting/besar dari pada segi-segi kepribadian yang lain. Bagi Allport temperamen adalah bagian khusus dari kepribadian yang diberikan definisi demikian:
“Temperamen adalah gejala kerakteristik dari pada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasanan hatinya, fluktuasi dan intensitas suasana hati, gejala ini tergantung pada faktor konstitusional dan karenanya terutama berasal dari keturunan.” (Allport, 1951, p. 54).
2.      Sifat (Trait)
a.       Sifat
Sifat adalah tendens determinasi atau predisposisi. Sifat adalah sistem neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk menghadapi stimulus dan memulai serta membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama. Tekanan terhadap individualitas dan kesimpulan bahwa kecenderungan itu tidak hanya terikat pada sejumlah kecil stimulus atau reaksi, melainkan seluruh pribadi manusia. Pernyataan “sistem neuropsikis” menunjukkan jawaban affirmatif yang diberikan oleh Allport terhadap pertanyaan apakah “trait” itu benar-benar ada pada individu. Karakteristik Sifat (Traits):
1.      Keberadaannya nyata ada dalam diri tiap manusia (tidak hanya teoritis/label)
2.      Trait menentukan atau menyebabkan perilaku (tidak hanya muncul karena ada stimulus)
3.      Trait dapat dibuktikan secara empiris (dari perilaku yang menetap)
4.      Trait tidak terpisah betul satu sama lain (ada overlap)
b.      Perbedaan sifat dengan beberapa pengertian yang lain
1.      Kebiasaan (habit)
Sifat (trait) dan kebiasaan (habit) kedua-duanya adalah tendens determinasi, akan tetapi sifat lebih umum baik dalam situasi yang disamainya maupun dalam respon yang terdapat di dalamnya.
2.      Sikap (attitude)
Sikap maupun sifat adalah konsep-konsep yang sangat penting dalam psikologi. Sikap juga merupakan predisposisi yang mungkin juga bersifat khas yang bisa memulai atau mengarahkan tingkah laku dan merupakan hasil dari faktor genetik dan belajar. Namun terdapat perbedaan antara keduanya. Pertama, sikap berhubungan dengan suatu objek sedangkan sifat tidak. Jadi, cakupan sifat lebih besar dari pada sikap. Namun makin besar jumlah objek, maka sikap akan semakin mirip dengan sifat. Sikap dapat berbeda-beda dari yang lebih khusus ke yang lebih umum, tetapi sifat selalu umum. Kedua, sikap biasanya mengandung penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek tujuannya, sedangkan sifat tidak.
3.      Tipe
Allport membedakan antara sifat dan tipe berdasar sejauh mana keduanya dapat dikenakan pada individu. Seseorang dapat memiliki sutau sifat tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe. Tipe adalah konstruksi ideal oleh seorang pengamat dan individu dapat disesuaikan ke dalam tipe-tipe itu dengan konsekuensi diabaikannya sifat-sifat individual. Sifat dapat mencerminkan sifat khas/keunikan pribadi, sedangkan tipe malah menyembunyikannya. Jadi bagi Allport tipe menunjukkan perbedaan-perbedaan buatan yang tidak begitu cocok dengan kenyataan, sedangkan sifat adalah refleksi sebenarnya/cerminan sejati dari apa yang benar-benar ada.
Tipe menunjukkan perbedaan (buatan) yang tidak selalu cocok dengan kenyataan, trait merupakan refleksi kenyataan yang ada pada individu.  Tipe merangkum ketiga konsep yang lain, menggambarkan kombinasi trait-habit-attitude yang secara teoritik dapat ditemui pada diri seseorang  Misal: siswa yang memiliki tipe introvert, mempunyai trait: pasif-menolak mengikatkan diri dengan lingkungan eksternal (kecenderungan umum), salah satu habitnya adalah duduk di tempat terpisah/menyendiri (kebiasaan khusus di kelas), dan attitude tidak ramah, kurang bisa bergaul (mengandung penilaian).
c.       Kategori Sifat (Traits):
1.      Individual/personal traits/personal dispositions. 
Sifat yang konkret, mudah dikenali dan konsisten pada diri seseorang yang dapat menggambarkan karakter asli mereka. Pada kenyataannya tidak ada dua individu yang persis sama sifatnya
2.      Common traits/traits:
Sifat-sifat yang merupakan bagian dari budaya (dapat dipahami dan dimiliki oleh hampir semua orang yang hidup dalam budaya tersebut. Common trait merupakan hasil dari dorongan sosial untuk berperilaku dangan cara tertentu. Contoh: introvert vs extrovert; liberal vs konservatif 
d.      Disposisi Kardinal (sifat pokok), Disposisi Sentral (sifat sentral), dan Disposisi Sekunder (sifat sekunder)
1.      Disposisi Kardinal/pokok: Ini adalah sifat  (sangat dominan) yang menggambarkan hidup mereka karena perilaku individu biasanya terdorong/diatur oleh sifat ini.  Begitu umum sehingga pengaruhnya dapat ditemukan hampir setiap kegiatan individu yang memilikinya. Contoh: Joan Arc (self-sacrifice yang gagah berani), Bunda Teresa  (layanan ibadah), Machiavelli (kebengisan politis). Hanya sedikit orang yang mengembangkan cardinal trait, kalaupun ada orang cenderung mengembangkannya di usia paruh baya.
2.      Disposisi Sentral: kecenderungan karakter yang kuat, khas/sering berfungsi/mudah ditandai pada seseorang, cenderung digunakan kata sifat yang mencerminkan central trait ini, misal pandai, bodoh, liar, pemalu, culas, lamban.
3.      Disposisi Sekunder: Berfungsi terbatas, kurang menentukan dalam deskripsi kepribadian dan lebih terpusat pada respon yang dicocokinya. Sifat yang tidak terlalu jelas, tidak terlalu umum/tidak terlalu konsisten seperti  pilihan, sikap, sifat yang situational. Contoh: C mudah marah jika ada orang yang mencoba menggelitik dia.
e.       Sifat-sifat ekspresif
Sifat-sifat ekspresif ini merupakan disposisi yang memberi warna atau mempengaruhi bentuk tingkah laku, tetapi tidak mempunyai sifat mendorong. Contoh sifat-sifat ekspresif ini ialah melagak, ulet, dan sebagainya.
f.       Kebebasan sifat-sifat
Allport berpendapat bahwa sifat dapat ditandai bukan oleh sifat bebasnya yang kaku tapi terutama oleh kualitas memusatnya. Jadi sifat cenderung untuk mempunyai pusat dan disekitar itu pengaruhnya berfungsi. Kebebasan sifat-sifat umum yang didefinisikan secara sekehendak merupakan salah satu dari kelemahannya sebagai representasi yang tepat daripada tingkah laku.
3.      Intensi
Intensi lebih penting dari penyelidikan mengenai masa lampau, penyelidikan ini mengenai keinginan individu di masa depannya. Istilah intensi digunakan dalam arti meliputi pengertian: harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi, atau cita-cita seseorang. Teori Allport menunjukkan bahwa apa yang akan dilakukan seseorang merupakan kunci dan hal yang terpenting bagi apa yang dikerjakannya sekarang.
4.      Proprium
Proprium adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan self/ego. Proprium menggambarkan ego sebagai sesuatu yang dengan segera dapat kita sadari meliputi indra jasmani, identitas diri, harga diri, perluasan diri, citra diri, peniruan rasional, dorongan untuk mengejewantahkan diri.
Indra jasmani berkembang di usia 0-2 tahun. Dengan indra, kita merasakan sesuatu, rasa sakit, sentuhan dan gerakan. Indralah yang membuat kita sadar akan keadaan sekeliling kita. Allport memiliki cara unik dalam mendemonstrasikan aspek diri. Bayangkan seorang anak menuangkan susu ke mangkuk lalu meminumnya. Di sini tidak ada masalah yang dia hadapi, dia puas. Cara kerja indiawai seperti inilah yang berlangsung di tahap usia ini. Namun seiring bertambahnya usia, dia akan merasakan hal ini sebagai sesuatu yang asing baginya.
Identitas diri juga berkembang pada usia 0-2 tahun. Di sini seorang bayi mulai menyadari keberadaannya terus ada. Dia memiliki waktu yang telah dia habiskan, waktu yang sedang dan waktu yang akan dia jalani. Dia mulai melihat dirinya sebagai entitas individual, terpisah dan berbeda dari yang lain. Dia tahu bahwa dia punya nama. Dia yakin masih akan dipanggil dengan nama itu untuk waktu selanjutnya.
Harga diri berkembang di usia 2 sampai 4 tahun. Di usia ini, kita mulai menyadari bahwa kita bernilai bagi orang lain dan bagi diri kita sendiri. Masalah ini sengat terkait dengan perkembangan kompetensi kita.
Perluasan diri berkembang di usia 4 sampai 6 tahun. Ada barang, orang atau peristiwa-peristiwa tertentu yang ada di sekeliling kita yang kita anggap penting dan esensial bagi eksistensi kita.
Citra diri juga berkembang pada usia 4 sampai 6 tahun. Di tahap ini, diri yang berkembang adalah “diri yang ada dalam cermin”. Citra diri adalah kesan yang saya tanggap dari pendapat orang lain. Di tahap ini, hati nurani, diri ideal dan persona juga mulai berkembang.
Peniruan rasional umumnya diperoleh d usia 6 sampai 12 tahun. Di tahap ini seorang anak mulai mengembangkan kemampuannya menyelesaikan persoalan secara rasional dan efektif.
Dorongan untuk mengejewantahkan diri biasanya tidak muncul sampai seseorang berusia 12 tahun. Di tahap ini, diri saya (my self) berfungsi sebagai tujuan, ideal, berbagai rencana, tugas dan tanggung jawab, memiliki tujuan dan arah. Titik puncak dari tahap ini, menurut Allport, adalah kemampuan seseorang menegaskan saya adalah tuan bagi hidup saya sendiri.
Proprium tidak dibawa sejak lahir melainkan berkembang karena perkembangan individu. Allport menghindari ego sebagai penggerak utama kepribadian.
Self bukan bagian terpisah dari kepribadian, bukan mengatur, mengorganisir, menjalankan sistem kepribadian. Allport menggunakan kata proprium daripada self karena lebih mudah dipahami sebagai sifat atau fungsi kepribadian secara umum.
5.      Otonomi Fungsional
Otonomi fungsional memandang motivasi dewasa bermacam-macam, sistem self sustaining, pertumbuhan sistem antecedent, tapi secara fungsional tak terkait. Otonomi fungsional juga pendorong dan pembentukan perilaku masa kini dan lepas dari masa lalu. Apa yang dilakukannya semata-mata dikhususkan begitu saja demi tujuan berbeda dari semula. Contoh: Seorang pemburu tetap saja akan memburu meskipun tidak ada nilai instrumentalnya (semata-mata senang berburu).
Perseverative Otonomi Fungsional : meliputi bentuk-bentuk kecanduan, mekanisme sirkular, perbuatan yang diulang-ulang atau secara rutin. Orang dewasa yang sehat ditandai dengan serangkaian sifat yang teratur dan kongruen yang berfungsi sebagaian besar secara rasional dan sadar. Maka untuk memahami orang dewasa maka harus memahami maksud dan aspirasi mereka. Contoh : Tindakan seorang anak yang mengoceh berulang-ulang, tugas yang belum selesai mendapat interupsi dan cenderung diingat dari pada tugas yang selesai.
Propriate Otonomi Fungsional : meliputi minat-minat yang dipelajari, nilai-nilai, sentimen-sentimen, motif-motif pokok, disposisi pribadi, gambaran diri dan gaya hidup. Manusia selalu dalam proeses untuk menjadi lebih integral dan daya penyatu yang paling penting adalah propriate function, dimana usaha mengejar tujuan yang membentuk kepribadian. Contoh : Seseorang yang ingin menjadi dokter bukanlah merupakan sifat bawaan atau karena diperlukan tapi belajar untuk hidup.
Sampai di sini sudah di bicarakan konsepsi-konsepsi pokok yang di pergunakan Allport untuk menggambarkan kepribadian, dan telah di bicarakan pula apa yang bagi dia merupakan faktor pendorong di dalam individu. Tetapi apa yang telah di kemukakan itu masih jauh dari lengkap. Terutama yang belum di persoalkan ialah kekinian  dari pada dorongan  (the contemporary of motivation).
Telah disebutkan individu itu menjangkau ke masa depan dan tujuan-tujuanya merupakan faktor yang menentukan yang penting bagi tingkah lakunya kini. Tetapi dalam pada itu telah dinyatakan  pula bahwa sifat-sifat (traits) itu di pelajari, jadi sifat-sifat itu timbul di dalam memainkan peranan penting dalam menentukan apakah yang akan dikerjakan kini? Selanjutnya apakah sifat-sifat itu berbeda  dari dorongan-dorongan yang lain  yang berkembang dari nafsu-nafsu primitif dan vegetative?
Bagi Allport, jawaban terhadap pernyataan-pernyataan tersebut ialah “ya”. Kunci dari adanya perbedaan itu terdapat dalam prinsip otonomi fungsional (functional autonomy). Pengertian yang dikemukakan Allport ini sangat  terkenal, tetapi sangat banyak dipertentangkan banyak orang.
Pada pokok prinsip itu menyatakan, bahwa aktivitas tertentu atau bentuk tingkah laku tertentu dapat menjadi akhir atau tujuan sendiri walaupun dalam kenyataanya mula-mula terjadi karena sesuatu alasan lain. Tiap tingkah laku sederhana atau kompleks, walaupun mula-mula diasalkan dari tegangan organis, dapat terus berlangsung dengan sendirinya tanpa adanya faktor biologis yang memperkutnya lagi (tanpa biological reinforcement).
Dalam pada itu perlu di ingat bahwa otonomi fungsional berbeda dari pengertian umum bahwa sesutau tingkah laku itu, misalnya mula-mula pemburu itu berburu untuk mencari makan, kalau ini sudah terpenuhi dia berburu untuk mentatakan dasar agresinya.
Perumusan ini masih mengembalikan tingkah laku itu pada alasan primitif, atau yang di bawa sejak lahir. Otonomi fungsional menyatakan bahwa pemburu akan tetap berburu walaupun tidak ada arti instrumentalnya artinya tanpa adanya dorongan agresi atau kebutuhan-kebutuhan yang lebih dari itu yang mendasari perbuatan itu. Jadi dapat terjadi pemburu itu berburu karena suka berburu. Dan hal inilah yang dihindari.
Dalam menngemukakan pendapatnya ini. Allport menunjukan bahwa pendapatnya itu ada kesamaanya dengan perumusan-perumusan yang diberikan oleh ahli-ahli yang lebih dahulu :
a.       W. James :   Dengan apa yang di sebut dalil: “the transitoriness of instinct”.
Menurut teori ini instink itu hanya nampak sekali selama hidup, setelah itu hilang dan atas dasar instink itu terbentuklah kebiasaan-kebiasaan (habits). Dasar ini di setujui oleh Allport karena menurut Allport, “the psychology of personality must be a psychology of post instinctive behavior” (Allport, 1951,p.194-195)
b.      Woodworth :   yang dalam bukunya Dynamic psychology (1918) menyatakan adanya transformasi dari mekanisme ke dorongan.
c.       Stern :  yang dalam Allgemeine Psychologie (1935) menyatakan adanya transformasi  dari Phaenomotiv ke Genomotif.
d.      Tolman : yang dalam bukunya Psychology versus immediate experience (1935) menyatakan bahwa “means obyect my set up in their own right”  (Tolman,1935,p.370).
Dalam memberi alasan kepada konsepsinya itu Allport menunjukan kepada observasi di berbagai bidang yang kesemuanya menunjukan adanya kecendrungan pada organisme untuk tetap pada response,walaupun alasan  yang menimbulkan response itu tidak lagi ada.
a.       Refleks sirkuler (the secular reflex)
Banyak tingkah laku anak-anak yang di ulang-ulang terus, dengan tidak henti-hentinya mengoceh dan permainan-permainan pada taraf permulaan; perbuatan-perbuatan yang selalu di ulang-ulang ini umumnya di beri nama “reflex sikulasi”.  Menurut Allport, untuk melakukan perbuatan itu tidak membutuhkan dorongan-dorongan yang pokok (asli).  Perbuatan itu sendiri berlansung sampai dihambat oleh perbuatan yang baru atau sampai lelah.
b.      Conative perseveration
Tugas yang mendapat interupsi cenderung untuk lebih di ingat dari pada tugas yang telah selesai. Penyelesaian tugas itu sendiri merupakan quasi need yang punya kekuatan dinamis.
c.       Refleks bersyarat tanpa “reinforcement”
Refleks bersyaratnya, apabila perangsang bersyaratnya tidak di sertai reimforcement akan hilang. Tetapi dalam kehidupan banyak hal-hal yang hanya terjadi sekali (jadi tanpa reinforcement), namun tetap pengaruhnya pada tingkah laku, misalnya pengalaman traumatis yang tetap mempengaruhi kehidupan jiwa.
d.      Hasil penyelidikan ilmu perbandingan psikologi :
Penyelelidikan Olson (1929) menunjukan apabila collodium (campuran pyroxylin dan aether dan alkhohol----- 40:750:250) di masukan dalam telinga kelinci-kelinci, maka kelinci-kelinci itu akan mencakar-cakar terus-menerus untuk menghilangkan barang asing di telinganya itu. Selanjutnya, setelah  collodium tidak ada lagi (hilang) dan tidak ada bekas-bekasnya, maka kelinci masih tetap mencakar-cakar itu bermula sebagai usaha fungsional untuk mempertahankan keadaan jasmani, tetapi karena ulangan-ulangan yang berturut-turut, nampaknya menjadi bagian-bagian yang integral dari pada tingkah laku hewan, walaupun fungsi biologisnyatidak lagi ada.
e.       Neurosis :
Tics, peservasi seksual, phobia, sering sangat melekat kepada pribadi manusia, sehingga sukar sekali di sembuhkan. Bahkan psikoanalisispun sering kali tak dapat  memberikan penyembuhan yang  sempurna. Mengapa ? Menurut Allport apa yang biasa disebut symptom itu sebenarnya lebih dari itu. Tics dan sebagainya  itu lalu merupakan semacam dorongan  tersendiri.
f.       Hubungan antara kemungkinan dan minat yang timbul karena pengalaman.
Seorang mahasiswa mungkin masuk universitas dengan cabang pengetahuan tertentu karena menyenangkan orang tuanya, atau ingin mendapat pujian. Tetapi lama-kelamaan tanpa alasan itu dia akan memperjuangkan  bidang ilmiahnya.

B.     Perkembangan Kepribadian
Melihat teori otonomi fungsional itu nyatalah bahwa individu dari lahir itu mengalami perubahan-perubahan yang penting. Sampai sekarang kita telah melihat unsur-unsur yang membentuk kepribadian dan meninjau secara garis besar disposisi-disposisi yang mengerakkan tingkah laku. Dalam bagian ini kita akan membahas cara struktur-struktur ini muncul dan perbedaan-perbedaan cara individu menampilkan diri dalam berbagai tingkat perkembangan.
1.      Bayi (Neonatus)
Allport memandang neonatus (bayi baru lahir) sebagai makhluk yang eksistensinya nyaris semata-mata berupa hereditas, dorongan primitive dan refleks. Neonatus belum memiliki sifat-sifat khusus yang baru muncul kemudian sebagai akibat dari transaksi-transaksi dengan lingkungan. Neonatus belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir ini anak memiliki potensi-potensi baik fisik maupun temperament, yang aktualisasinya tergantung kepada perkembangan dan kematangan, kecuali itu neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu (menghisap, menelan) serta melakukan gerakan-gerakan yang masih belum terdeferensiasikan, dimana semua gerakan otot-otot itu ikut di gerakan.
Seorang anak  sebagian besar merupakan  makhluk yang terdiri atas tegangan-tegangan segmental dan perasaan-perasaan mikmat – sakit atau enak- tidak enak. Teori biologis tentang tingkah laku yang bersandar pada hadiah atau hukuman sangat cocok pada tahap awal kehidupan. Pada tahun berikutnya, seorang bayi mulai memperlihatkan kualitas-kualitas tertentu, misalnya perbedaan-perbedaan gerakan dan ekspresi emosional yang cenderung menetap atau lebur menjadi cara-cara penyesuaian yang lebih matang. Pertumbuhan itu bagi Allport merupakan proses diferensiasi dan interegasi yang berlangsung terus-menerus. Allport menyimpulkan, bahwa setidak-tidaknya pada tahap kedua tahun pertama anak telah menunjukan dengan pasti sifat-sifat yang khas.
2.      Transformasi Kanak-kanak   
Dalam Perkembangan Proprium Allport membagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
0-3  tahun :
Pembanguanan kesadaran diri : sense of bodily self (enak tidak enak), perasaan identitas diri berkelanjutan kesadaran sebagai subjek yang berkembang. Dalam hal ini bahasa menjadi faktor yang penting. Harga diri atau kebanggaan sebagai periode terakhir di mana anak ingin melakukan sesuatu, membuatnya terwujud, dan mengontrol dunianya.
4-6  tahun:
Perluasan diri dan gambaran diri. Dalam perluasan diri, perasaan keterhubungan dengan orang-orang dan hal-hal yang penting dalam lingkungannya. Relasi anak dan lingkungan tempat dia tumbuh terhubung sangat penting. Muncul perasaan lingkuangan tersebut adalah bagian dirinya. Gambaran diri; terkait dengan penanaman-penanaman nilai, tangung jawab moral, intensi, tujuan dan pengetahuan diri yang akan berperan mencolok dalam kepribbadiannya kelak.
6-12tahun:
Kesadaran diri. Pengenalan kemampunan diri mengatasi persoalan-persoalan dengan alasan dan gagasan karena anak bergerak dari lingkungan keluarga ke masyarakat.
Remaja
Propriate striving, pembanguanan tujuan dan rencana ke depan: intensi-intensi, long-range purposes, distant goals. Persoalan utama berkaitan dengan identitas, ”apakah saya seorang anak atau dewasa?”
Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip di pakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan dari kanak-kanak sampai dewasa itu :
a.       Diferensiasi
b.      Intregasi
c.       Pemasakan (maturation)
d.      “belajar”
e.       Kesadaran diri (self-consciousness)
f.       Sugesti
g.      Self-estem
h.      Infieority, dan kompensasi
i.        Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
j.        Otonomi fungsional
k.      Reorientasi mendadak trauma
l.        Extension of self
m.    Self-obyektification, instink dam humor
n.      Pandangan hidup pribadi (personal weltanschauung)
Dia mempersoalkan diferensiasi, intregasi pematangan (maturation), imitasi belajar otonomi fungsional dan ekstensi self. Bahkan dia menerima keterangan psykoanalitis, walaupun dia mengatakan bahwa hal-hal tersebut tidak punya kedudukan teoretis yang pokok bagi kepribadian yang normal. Jadi, menurut Allport manusia itu yang pada lahirnya adalah mahluk biologis berubah/berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti dari tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi masa depan. Di dalam perkembangan ini tentu saja peranan yang menentukan ada pada otonomi fungsional. Prinsip ini menjelaskan apa yang mula-mula alat untuk tujuan biologis dapat menjadi motif yang otonom yang mendorong dan memberi arah tingkah laku. Jika di tinjau secara luas, teori Allport ini seakan-akan dua teori kepribadian. Yang satu ialah yang biologistis yang cocok untuk anak yang baru lahir, dan yang lama (dengan perkembangan kesadaran) makin kurang memadai, dan pada masa ini harus di adakan reorientasi kalau-kalau kita menghendaki representasi individu yang memadai.
3.      Orang Dewasa
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku menurut prinsip otonomi fungsional . Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus. Bagaimana jalan perkembangan ini yang sebenarnya  bagi Allport tidaklah penting ; yang penting ialah yang ada kini, sebagai mana kata Allport : “what drives behavior, drives now and we need not know the history of the drive in order to understand its operations”. Sampai pada batas-batas tertentu berfungsinya sifat-sifat itu di sadari dan rasional. Biasanya individu yang normal mengerti/menyadari apa yang di kerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Untuk memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujuan serta aspirasi-aspirasnya. Motif-motifnya terutama tidak berakar di masa lampau  (echo dari masa lampau) tetapi bersandar pada masa depan.
Pada umumnya orang akan lebih tahu akan apa yang akan/hendak dikerjakan seseorang, kalau kita tahu rencana-rencana yang di sadarinya dari pada ingatan-ingatan yang tertentu.
Dalam pada itu harus di ingat, bahwa orang dewasa yang diceritakan di atas itu adalah yang ideal. Dalam kenyataanya tidak selalu demikian, banyak orang tak mempunyai kematangan/kedewasaan penuh.
Menurut Allport pribadi yang telah dewasa (kualitas kepribadian yang matang) itu pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang tersebut dibawah ini:
a.       Extension of self
Yaitu bahwa hidupnya tidak harus terikat secara sempit kepada kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan serta kewajiban-kewajiban yang langsung. Dia harus dapat mengambil bagian dan menikmati bermacam-macam kegiatan. Suatu hal yang penting dari pada extension of the self itu ialah proyeksi ke masa depan : merecanakan, mengharapkan (planning, hoping).
Kemampuan berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas. Contoh : terlibat dalam kegiatan masyarakat (senat, karang taruna, partai politik, dll).
Kemampuan diri dan minat-minatnya denga orang lain beserta minat mereka. Contoh: Saya yang punya minat dalam olah raga juga mengenali minat oprang lain yang sama atau pun berbeda.
Kemampuan merencanakan masa depan (harapan dan rencana). Contoh: Keinginan jadi dokter, membuat perencanaan strudi dan membayangkan apa yang mau dilakuakn setelah jadi dokter.

b.      Objektifikasi diri (Self-objectifation)
Ada dua komponen pokok dalam hal ini, ialah humor dan insight
1.      Insight
Apa yang dimaksud insight disini ialah kecakapan individu untuk mengerti dirinya. Kemampuan diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain.
2.      Humor
Yang dimaksud dengan humor disini tidak berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang menertawakan saja, melainkan juga kecakapan untuk mempertahankan hubungan positif dengan dirinya  sendiri dan obyek-obyek yang di senangi, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini. Humor tidak sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
c.       Filsafat hidup (weltanschauung, philosophy of life)
Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan dapat menikmati kejadian-kejadian dalam kehidupanya, namun mestilah ada latar belakang, makna dan tujuan yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakanya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini. 













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bahwa kepribadian itu pada dasarnya merupakan suatu keterkaitan antara psikis dan fisik yang di miliki oleh individu yang akan menentukan perilaku dan karakter yang dimliki oleh individu tersebut. Namun dalam pembentukan kepribadian itu sendiri selain dipengaruhi oleh faktor hereditas ternyata faktor lingkungan juga bisa berpengaruh khususnya keluarga. Sehingga dalam hal ini individu harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan hal-hal yang bersifat positif dari lingkungan karena setiap individu itu unik agar individu bisa membentuk kepribadian yang baik dalam dirinya kepribadian itu mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku yang diwujudkannya dan dalam pencapaian kepribadian yang matang dan sehat dalam hidupnya.
B.     Saran
Sebagai ungkapan akhir dari penyusunan makalah, ada beberapa pesan dan kami sarankan mengenai teori kepribadian Allport :
1.      Pengetahuan mengenai teori kepribadian Allport memang perlu diketahui oleh para mahasiswa sebab dengan mengetahui tentang kepribadian, maka kita bisa mengahadapi setiap individu sesuai dengan yang seharusnya atau dengan poersinya masing-masing.
2.      Usahakan lingkungan yang ada disekitar kita adalah lingkungan yang bisa membantu kita dalam pembentukan kepribadian yang sehat dan matang.
3.      Jangan gunakan ego kita semata pada saat melakukan interaksi dengan individu lain yang bisa menyebabkan suatu konflik. Karena pada dasarnya setiap individu itu unik sebab tidak ada satupun individu yang memiliki kepribadian yang sama dengan ividu lain.
















Komentar

Postingan Populer