Pangeran yang Telah Lama Menghilang



“Aku berada di tengah-tengah kerumunan  orang. Tiba-tiba datang seorang pangeran tampan dengan gagah berani berjalan mendekatiku, sampai di hapapanku Sang Pangeran berlutut dan memberiku seikat kembang merah. Hatiku bak berada di taman surga dengan bunga-bunga bermekaran”.
“Riaaaa.......”, teriak Shita membuyarkan lamunanku.
Ada apa sih?” jawabku sebal.
Ngapain kamu nglamun aja” tanyanya.
Biarin lah!” jawabku sewot.
Yeee jangan gitu lah. Makanya cari pacar biar nggak nglamun aja,” kata Shita.
Semenjak tidak mempunyai pacar dua tahun lalu, aku jadi sering mengkhayal. Mengkhayalkan seorang pangeran, pangeran yang tampan, bijaksana, dan gagah berani. Sang pengeran yang sedang mencari seorang putri untuk dijadiakan permaisurinya. Dan putri itu aku.
Aku ingin khayalan itu menjadi nyata, tetapi sampai sekarang Sang Pangeran pun tak kunjung datang. Terbersit dalam pikiranku untuk mempercepat itu semua. Aku menulis sebuah surat dan aku masukkan surat itu ke dalam botol, kemudian botol itu akan aku lemparkan ke sungai. Dan dari surat itulah aku bisa menemukan pengeranku. Tidak-tidak bukan ke sungai, sungai di daerahku sudah tercemar nanti malah dikira sampah, lalu di ambil pemulung lagi. Tidak-tidak, aku harus mencari tempat yang strategis agar bisa di temukan orang. Orang yang tentu saja berharga bagiku. Lama aku berpikir dan akhirnya aku menemukan tempat yang bagus yaitu di taman kampus.

Siang hari setelah kuliahku selesai, aku segera bergegas menuju taman kampus. Sampai di taman, aku semakin bingung. Akan aku letakkan dimana botol ini. Lama aku memandangi di sekeliling taman, ku tengok kanan, ku tengok kiri tapi belum juga aku menemukan tempat yang tepat. Aku berjalan perlahan-lahan mengelilingi taman, dengan penuh pertimbangan aku mengomentari setiap sudut tempat. 
“Tidak-tidak disana terlalu ramai”, dalam benakku.
“Di sana. Emm terlalu sepi.”
“Ahay, di sini tempat yang bagus. Tidak terlalu ramai, dan juga tidak terlalu sepi. Tempatnya cukup rindang di bawah pohon besar, sejuk, dan nyaman dan jauh dari keramaian. Jarang orang datang kemari. Aku letakkan saja botol ini di sini”, dalam hatiku berkata.
Lama aku menunggu, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, bahkan sampai 1 tahun tak kunjung surat botol itu ada yang menemukannya. Tapi aku tidak patah semangat, akan aku tunggu sampai ada pangeran yang membalas surat itu.
Suatu ketika, aku datangi taman itu kembali. Senangnya bukan main, surat itu sudah tidak ada di dalam botol. Surat itu sudah ditemukan oleh seseorang. Aku tidak bisa berkata-kata apa-apa, hatiku tengah berbunga-bunga. Aku menunggu balasan surat itu. Tapi sampai satu minggu belum ada balasannya. Setiap hari aku datang ke taman untuk melihat sudah di balas suratku atau belum. Aku menanti dan menanti. Dan pada hari ke sepuluh, aku lihat ke dalam botol itu sudah terisi dengan kertas kembali. Cepat-cepat aku membukanya. Aku baca perlahan-lahan.
Putri
Maaf telah menunggu lama...sudikah putri untuk bertemu denganku...
Segera ku balas surat itu.
Di bawah pohon ini besok sabtu jam 4 sore.
Ku masukkan surat balasan itu ke dalam botol dan ku letakkan kembali di tempat semula. Tidak sabar rasanya menunggu hari Sabtu. Masih 3 hari lagi. Sungguh senang hati ini. Sampai bertemu besok.
Hari Sabtu pun telah tiba, kebetulan juga aku ada kuliah sampai jam 3. Jadi tidak terlalu lama aku menunggu. Setelah kuliah terakhir selesai, aku bergegas menuju ke taman. Meninggalkan teman-teman yang biasanya selalu pulang bersama-sama.
Sampai di taman, aku menunggu di bawah pohon tempat aku meletakkan botol itu. Satu menit, dua menit, tiga menit, setengah jam, dan akhirnya jam 4. Aku tengok kanan tengok kiri tak ada satu orang pun yang datang menuju kemari. Dengan sabar aku menunggu. Jatungku berdegup kencang tak karuan, menanti pangeran yang aku impikan. Tepat jam 4 lebih enam menit, ada seorang laki-laki tampan, tidak terlalu tinggi, postur tubuh ideal, dan berkulit putih berjalan menuju ke arahku. Jangtungku semakin berdegup kencang, kencang bak genderang mau pecah. Saat tiba di depanku, suaranya yang lembut menyapaku.
“Hai..” sapanya.
“I.i. iya…hai juga”, jawabku dengan agak grogi.
“Sudah lama nunggunya?” tanyanya kepadaku.
“Belum kok baru beberapa menit.” Jawabku.
“Aku Zia, anak matematika”, dia memperkenalkan diri.
“Emm a aku Ria, jurusan PGSD”, jawabku grori.
Tidak terasa waktu azdan magrib telah tiba. Kami asyik bercerita, sampai-sampai lupa waktu.
“Besok Minggu ada acara nggak?” tanyanya kepadaku.
“Enggak kok. Emang mau ngapain?” tanyaku balik.
“Jalan mau nggak?”tanya Zia.
“Oke. .aku tunggu di sini jam 9”, jawabku.
Baiklah”, jawabnya.
Dan kami pun segera pulang ke tempat asal masing-masing. Maksudnya ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya aku seyum-seyum sendiri. Bahagianya diriku ini, bisa bertemu dengan pangeran impianku. Sungguh amat sangat bahagia, padahal amat aja belum tentu bahagia J.
Hari Minggu tiba. Pukul 08.30 aku bergegas pergi menuju kampus. Dengan perjalanan setengah jam akhirnya aku sampai di kampus. Cepat-cepat aku menuju taman tempat kami janjian. Ternyata zia sudah berada di sana.
“Hai, udah lama nunggunya?” tanyaku.
“Belum, baru juga datang”, jawabnya.
“Jalan yuk”, pintaku.
Kami pergi menaiki mobil Zia. Perjalanan kurang lebih satu jam dan akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Zia membawaku ke sebuah danau. Danau Situpatengan namanya. Danau yang berada di tengah-tengah kebun teh. Sungguh indah danau itu. Di sana kami menaiki perahu kecil dan berlayar mengelilingi danau. Berjalan di tengah-tengah kebun teh. Di atas bukit kami melihat pemandangan yang sungguh luar biasa. Banyak canda, tawa , dan cerita yang kami uraikan hari ini. Sungguh satu hari yang menyenangkan bisa mengenalnya lebih dalam. Akan ku jadikan hari ini sebagai kenangan terindah dalam hidupku.
Tak terasa waktu sudah sore, kami berdua pun pulang. Dalam perjalanan pulang Zia berkata padaku.
“Tunggulah aku”, katanya.
“Maksudnya ?” jawabku bingung.
“Berjanjilah”, kata Zia.
Aku bingung dan tak menjawab apa-apa. Zia mengantarku sampai di kampus. Tiba di kampus Zia turun dari mobil hendak mengantarku untuk mengambil sepeda motor yang aku parkir di dalam kampus. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba datang seorang perempuan menghampiri kami. Dengan tidak berkata-kata perempuan itu menarik tangan Zia dan membawanya pergi. Pergi meninggalkanku sendiri.
Setelah peristiwa itu, aku tidak pernah bertemu dengan Zia lagi. Pangeranku menghilang entah kemana, dengan membawa segenggam cinta yang telah terbawa olehnya. Air mataku mengalir deras tak tertahan. Yang bisa aku lakukan adalah menunggu atau melupakannya. Dua pilihan yang sangat menyiksaku. Aku mencoba untuk menunggu dan menunggu.  Satu minggu, satu bulan, satu tahun, dan sampai saat ini, aku belum bisa menemukan pangeran yang telah lama hilang. Hari ini aku wisuda, aku lulus dengan nilai tertinggi. Sungguh kebanggaan bagiku bisa mencapai ini semua. Setelah acara wisuda selesai, aku keluar meninggalkan gedung. Di luar, aku melihat seseorang yang sepertinya aku kenal. Seseorang yang telah pergi dariku, meninggalkan berjuta kenangan yang tak bisa ku lupakan hingga saat ini. Ya itu Zia.
Dia berjalan menuju ke arahku. Sampai di hadapanku, Zia berlutut. Zia memberiku seikat bunga mawar merah dan berkata kepadaku.
“Maukah engkau menjadi permaisuriku? Menemaniku hingga kematian memisahkan kita. Mengisi hari-hariku yang telah lama kosong”, pintanya kepadaku.
Aku terdiam, aku bingung harus menjawab apa. Ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu tetapi aku perlu penjelasan mengapa ia meninggalkanku begitu saja.
“Maafkan aku, telah pergi tanpa berpamitan kepadamu. Aku harus pergi meninggalkanmu untuk ibuku “ (Zia beranjak berdiri , kemudian menatap ke dua mataku)
“Maafkan aku, aku menemani ibuku berobat ke Singapure dan baru saat ini aku bisa menemuimu. Sungguh aku tidak bisa menghilangkan bayangmu, aku terus saja memikirkanmu”, jelasnya kepadaku.
Zia meraih ke dua tanganku.
“Maukah engkau menjadi pendamping hidupku?” pintanya lagi kepadaku.
Aku menatap wajahnya lekat-lekat. Aku menganggukkan kepalaku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Bahagia, terharu, campur aduk menjadi satu. Tak kuasa aku menahan tangis, tangis bahagia. Aku telah menemukan pangeran, pangeran yang telah lama hilang.

Komentar

Postingan Populer